Sumber
:
CYBER LAW
Istilah
hukum cyber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara
internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan TI.
Istilah lain yang juga digunakan adalah Hukum TI (Law of Information
Teknologi), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Secara
akademis, terminologi ”cyber law” belum menjadi terminologi yang umum.
Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Internet, Law
and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of
Information, dan sebagainya. Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu
istilah yang disepakati. Dimana istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan
dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum
Telematika (Telekomunikasi dan Informatika). Secara yuridis, cyber law tidak
sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber
meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan
hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat
nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek
pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan
perbuatan hukum secara nyata.
Cyber
Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang
berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan
memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan
memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang
berasal dari Cyberspace Law yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer
yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak
nyata).
Oleh
karena itu, untuk menegakkan hukum serta menjamin kepastian hukum di Indonesia
perlu adanya Cyber Law yaitu Hukum yang membatasi kejahatan cyber (kejahatan
dunia maya melalui jaringan internet), yang dalam Hukum Internasional terdapat
3 jenis Yuridis yaitu( The Juridiction to Prescribe)Yuridis untuk menetapkan
undang-undang, (The Juridicate to Enforce) Yuridis untuk menghukum dan (The
Jurisdiction to Adjudicate)Yuridis untuk menuntut.
Ketidak tauan atau kurangya user dalam menguasai atau mengetahui ilmu yang berkaitan dengan Cyberspace dapat mengakibatkan mudahnya user menjadi korban Cyber Crime atau CyberBully. sebagai contoh : User lebih sering membuat password sederhana, semisal dengan menggunakan tanggal lahir. User terlalu mudah percaya kepada orang lain dengan memberikan data akun pribadi, semisal dengan memberikan password, walaupun orang tersebut merupakan sahabat dekat. Terlalu lengkap memasang data diri. Kurang terliti dalam membuat suatu pertemanan dengan tanpa melihat siapa orang yang akan dijadikan teman.
Hal yang satu ini mungkin menjadi faktor utama terjadinya Cyberbully atau Cybercrime, user sering kali terlalu berlebihan dalam mendeskripsikan data diri dalam aktivitas dunia maya (semisal Jejaring sosial). Dengan alih-alih eksistensi semata, para user dengan mudah memberi data pribadi dengan meng-Upload foto-foto Pribadi, bahkanterkadang user identik lebih merasa bangga jika data-data yang bersifat pribadi itu dilihat atau diketahui,walaupun sebenarnya hal ini mengakibatkan mudahnya user tersebut terkena ancaman aktivitas Cyber-Bully dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.kelalaian inilah yang menjadi peluang bagi para pelaku untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berkategori “Cyber-Bullying”.
- Asas Subjective Territorial yaitu berlaku hukum berdasarkan tempat pembuatan dan penyelesaian tindak pidana dilakukan di Negara lain,
- Asas Objective Territorial yaitu hukum yang berlaku adalah akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak kerugian bagi Negara yang bersangkutan,
- Asas Nationality adalah hokum berlaku berdasarkan kewarganegaraan pelaku,
- Asas Passive Natonality adalah Hukum berlaku berdasarkan kewarganegaraan korban,
- Asas Protective Principle adalah berlakunya berdasarkan atas keinginan Negara untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya,
- Asas Universality adalah yang berlaku untuk lintas Negara terhadap kejahatan yang dianggap sangat serius seperti pembajakan dan terorisme. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti komputer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Cyberlaw
sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun
penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses
penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan
komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme. Menurut
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang
lingkup cyber law :
- Hak Cipta (Copy Right)
- Hak Merk (Trademark)
- Pencemaran nama baik (Defamation)
- Hate Speech
- Hacking, Viruses, Illegal Access
- Regulation Internet Resource
- Privacy
- Duty Care
- Criminal Liability
- Procedural Issues (Jurisdiction, Investigation, Evidence, etc)
- Electronic Contract
- Pornography
- Robbery
- Consumer Protection E-Commerce, E- Government
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
- Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
- On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
- Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
- Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
- Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
Macam-macam cyber law dibagi 4 , diantaraya :
- Hukum Informasi
- Hukum Sistem Informasi
- Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika)
- UU ITE (Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elktronik)
Setiap negara memiliki cyberlaw masing-masing. Berikut ini perbandingan cyberlaw yang dimiliki oleh 4 Negara ASEAN:
1.
Cyberlaw
di Indonesia
Undang-undang
informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) atau yang disebut cyberlaw,
digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang
memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan
informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan
melalui internet.
UU
ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis diinternet dan masyarakat pada
umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya bukti elektronik dan
tanda tangan elektronik digital sebagai bukti yang sah dipengadilan.UU ITE
sendiri baru ada diIndonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret
2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail
bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi
didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal
27-37), yaitu:
Pasal
27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
Pasal
28: Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan.
Pasal
29: Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti.
Pasal
30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
Pasal
31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Pasal
32: Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia.
Pasal
33: Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?).
Pasal
35: Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?).
Pelanggaran
UU ITE ini akan dikenakan denda 1 Milliar rupiah. Di Indonesia, masalah tentang
perlindungan konsumen,privasi,cybercrime,muatan online,digital
copyright,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh
pemerintah Indonesia. Namun, masalah spam dan online dispute
resolution belum mendapat tanggapan dari pemerintah sehingga belum ada
rancangannya.
2.
Cyberlaw
di Malaysia
Pada
tahun 1997 Malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa
perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti The
Computer Crime Act (1997), UU Tandatangan Digital, Communication And
Multimedia Act (1998), Digital Signature Act (1997). Selain itu, ada
juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
The
Computer Crime Act mencakup mengenai kejahatan yang dilakukan melalui
komputer, karena cybercrime di negara Malaysia tidak hanya mencakup segala
aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses secara tak
terotorisasi pada material computer juga termasuk cybercrime. Jadi, jika kita
menggunakan komputer orang lain tanpa izin dari pemiliknya maka termasuk di
dalam cybercrime walaupun tidak terhubung dengan internet.
Isi
dari The Computer Crime Act mencakup hal-hal berikut ini:
- Mengakses material komputer tanpa ijin.
- Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain.Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya.
- Mengubah / menghapus program atau data orang lain.
- Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi.
Hukuman
atas pelanggaran UU ini adalah denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000)
atau sekurang-kurangnya 5 tahun hukuman kurungan/penjara sesuai dengan hukum
yang berlaku di negara tersebut (Malaysia). Di Malaysia masalah perlindungan
konsumen,cybercrime,muatan online,digital copyright, penggunaan nama
domain,kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh pemerintahan Malaysia. Namun,
masalah privasi,spam dan online dispute resolution masih dalam tahap rancangan.
3.
Cyberlaw
di Singapore
Beberapa
cyberlaw di Singapura adalah The Electronic Act (UU Elektrinik) 1998
dan Electronic Communication Privacy Act (UU Privasi Komunikasi
Elektronik) 1996. The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10
Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk
transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri
Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan
dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura. UU ini dibuat dengan tujuan:
- Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
- Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
- Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
- Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
- Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
- Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Isi The
Electronic Transactions Act mencakup hal-hal berikut:
- Kontrak Elektronik: didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
- Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan: mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
- Tandatangan dan Arsip elektronik: Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
- Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan. Namun, masalah perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
4.
Cyberlaw
di Thailand
Pemerintah
Negara Thailand sudah menentapkan hokum kontrak elektronik dan cybercrime.
Hukum privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya
seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
Sumber
:
CYBER SPACE
Satu
istilah yang sangat erat kaitannya dengan cyber law yaitu cyberspace (ruang
maya), karena cyberspace-lah yang akan menjadi objek atau concern dari cyber
law. Istilah cyberspace untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh William Gibson
seorang penulis fiksi ilmiah (science fiction) dalam novelnya yang berjudul
Neuromancer Istilah yang sama kemudian diulanginya dalam novelnya yang lain
yang berjudul Virtual Light. Dapat disimpulkan bahwa apa yang disebut dengan
”cyberspace” itu tidak lain adalah Internet yang juga sering disebut sebagai ”a
network of net works”. Dengan karakteristik seperti ini kemudian ada juga yang
menyebut ”cyber space” dengan istilah ”virtual community” (masyarakat maya)
atau ”virtual world” (dunia maya). Dengan asumsi bahwa aktivitas di Internet
itu tidak bisa dilepaskan dari manusia dan akibat hukumnya juga mengenai
masyarakat (manusia) yang ada di ”physical word” (dunia nyata), maka kemudian
muncul pemikiran mengenai perlunya aturan hukum untuk mengatur aktivitas
tersebut. Namun, mengingat karakteristik aktivitas di Internet yang berbeda
dengan di dunia nyata, lalu muncul pro kontra mengenai bisa dan tidaknya sistem
hukum tradisional/konvensional (the existing law) yang mengatur aktivitas
tersebut.
Seiring
dengan semakin populernya inter-Net sebagai “the network of the network”,
masyarkat penggunanya (internet global community) seakan-akan mendapati suatu
duia baru yang dinamakan Cyber Space. Sebagaimana William Gibson mempopulerkan
dalam novel sci-fi-nya “Neuromancer” yang merupakan khayalan
tentang adanya alam lain pada saat teknologi telekomunikasi dan informatika
bertemu. Howard Rheingold menyatakan, Cyber Space adalah Sebuah “Ruang
Imajiner” atau “Maya” yang bersifat artivisial, dimana setia orang melakukan
apa saja yang biasa dilakukan dalam kehidupan sosial sehari-hari dengan cara
yang baru.
Berkaiatan
dengan cyber space ini Agus Raharjo mengatakan, cyber space sesungguhnya
merupakan sebuah dunia komunikasi berbasis komputer (computer mediated
comunication). Dunia ini menawarkan realita baru dalam kehidupan manusia yang
disebut dengan realitas virtual (maya).
Cyberspace juga
dapat diartikan sebagai Suatu imaginary location (tempat aktivitas elektronik
dilakukan) dan juga menjadi sebuah masy virtual yg terbentuk melalui komunikasi
yg terjalindalam sebuah jaringan komputer (interconnected computer networks). Cyberspace memiliki
hukum-hukum yang menjadi aturan disetiap aktivitas yang dilakukan dalam ruang
lingkup dunia maya atau cyberspace. Walaupun sejauh ini ukum Cyberspace belum memiliki
definisi yang baku, namun ada beberapa sistem hukum yang mengartikan secara
sempit. Contoh : E-Commerce Law, E-Businness Law, E-Contract Law,dan lain-lain.
Dalam
dunia maya atau cyberspace terdapat istilah Cyber
bullying atau Cyber Crime, yaitu aktivitas atau bentuk kejahatan yang
berlangsung didunia maya yang mengakibatkan kerugian dalam hal apapun pada
pengguna atau user lain. contoh nya antara lain pencemaran nama baik, pecemaran
data pribadi dan lain-lain.
Para
pelaku cyber crime biasanya menggunakan teknik social engineering dan
pendekatan non teknis ini sering membuat korban tak sadar bahwa dirinya telah
di tipu.Kejahatan internet tidak hanya bermotif materi seperti pembobolan kartu
keridit tetapi ada juga yang terjadi dalam bentuk black campign atau pencemaran
nama baik. Bersembunyi dibalik anonymity atau identitas palsu, sang pelaku bias
melenggang bebas.
Ada
beberapa hal yang menyebabkan terjadinya Cyberbully, diantaranya :
1. Kurangnya pengetahuan terhadap ilmu yang
berkaitan dengan Cyberspace.
2. Terlalu menjadikan Cyberspace sebagai
media mendeskripsikan diri (kelebihan Eksis)
Beberapa
contoh kasus Cyber-Bullying yang mungkin sudah kita ketahui diantaranya,
kasus yang menimpa beberapa artis dalam negri, beberapa kasus pencemaran nama
baik, penyebaran foto-foto pribadi juga, penipuan dan lain-lain.
Sumber
:
CYBER ETHICS
Cyber
Ethic adalah suatu aturan tak tertulis yang dikenal di dunia IT. Suatu
nilai-nilai yang disepakati bersama untuk dipatuhi dalam interaksi antar
pengguna teknologi khususnya teknologi informasi. Tidak adanya batas yang jelas
secara fisik serta luasnya penggunaan IT di berbagai bidang membuat setiap
orang yang menggunakan teknologi informasi diharapkan mau mematuhi cyber
ethics yang ada. Filosofi berinteraksi dalam dunia maya adalah
berinteraksi dengan kemungkinan terbesar tanpa pernah bertemu fisik secara
langsung. Sementara dalam interaksi itu tentu ada nilai-nilai yang harus
dihargai menyangkut karya cipta orang lain yang dipublikasikan melalui
internet. Untuk itulah maka cyber ethics menjadi hal yang penting
untuk dikembangkan.
Cyber
ethics berbeda dari cyber law yang memiliki pengertian
seperangkat aturan hukum tertulis yang berlaku di dunia maya. Cyber
law ini dibuat oleh negara untuk menjamin warga negaranya, karena dianggap
aktivitas di dunia maya ini telah merugikan dan telah menyentuh kehidupan yang
sebenarnya.
Cyber
ethics memunculkan peluang baru dalam bidang pendidikan, bisnis, layanan
pemerintah dengan adanya kehadiran internet. Sehingga memunculkan netiket atau
netiquette yaitu salah satu etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan
internet, berpedoman pada IETF (the internet engineering task force), yang
menetapkan RFC (netiquette guidelies dalam requestfor comments). Dan
etika dalam berinternet biasa disebut dengan cyber ethics (etika
cyber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar