Sumber :
http://prita-puspa.blogspot.com/2012/03/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite.html
http://d1maz.blogspot.com/2012/03/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite.html
Pakar-
Pakar Pikiran dalam RUU ITE
Dalam pembuatan RUU ITE tidak mudah, Pemerintah
mendesak DPR untuk menetapkan RUU ITE, selama itu pemerintah memantau
perkembanganya dan juga melakukan kontak secara langsung pada KOMISI I DPR. Menteri
menuturkan pihaknya memberikan perhatian yang serius terhadap cyber law selain
sebagai bagian dari strategi untuk mempercepat penetrasi telematika juga agar
memudahkan untuk menarik investor.
Masuknya Indonesia dalam priority watch
list, kata Sofyan, juga tidak terlepas dari belum adanya cyber law yang dapat
memberikan kepastian hukum bagi pelaku di sektor telematika. Sofyan memang
cukup aktif memperjuangkan cyber law bahkan dalam rapat dengan Komisi I DPR
beberapa waktu lalu telah mengusulkan agar lembaga perwakilan tersebut
membentuk Pansus RUU ITE untuk mempercepat disahkannya RUU tersebut menjadi UU.
Implikasi
Pemberlakuan RUU ITE
Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang
memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan
informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi
kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di
internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan
diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di
pengadilan.
Ternyata banyak hal yang perlu
dikritisi pada Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Sejatinya, UU No 11/2008 ini disusun atas dasar motivasi untuk
melindungi hak cipta, melindungi transaksi perdagangan online, melindungi
proses transfer perbankan dan perlindungan dari peretas komputer. Ternyata UU
ini mulai memakan korban, dan takbir mulai terkuak bahwa UU yang mestinya
melindungi warga negara ini malah memakan korban warga yang notabene membiayai
pembuatan UU ini melalui pajak yang dibayarkan.
Dampak terbesar ketika orang tidak
memahami UU ini, maka intepretasi yang ada dalam suatu permasalahan hukum yang
berhubungan dengan Internet akan selalu dikaitkan sehingga akan menjadi rancu.
Selain itu, kita harus semakin hati-hati dalam melakukan apapun dalam dunia
maya karena semakin besar celah yang dapat digunakan sebagai alasan dibenturkan
suatu tindakan terhadap aturan ini.
Undang-undang ini berisikan asas dan
tujuan telekomunikasi, penyidikan, penyelenggaraan telekomunikasi, sangsi
administrasi dan ketentuan pidana.
Menurut undang-undang No. 36 Tahun 1999
mengenai Telekomunikasi pada pasal 38 yang berisikan “Setiap orang
dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik
terhadap penyelenggaraan telekomunikasi”. Pada undang-undang ini lebih terfokus
kepada gangguan yang bersifat infrastruktur dan proses transmisi data, bukan
mengenai isi content informasi. Dengan munculnya undang-undang ini membuat
terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi.
Jadi UU no.36 tersebut dapat mengatur
penggunaan teknologi informasi, karena dalam undang-undang tersebut berarah
kepada tujuan telekomunikasi dan otomatis dapat sekaligus mengatur penggunaan
informasi tersebut sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam undang-undang ini juga tertera
tentang penyelenggaraan telekomunikasi, sehingga telekomunikasi dapat diarahkan
dengan baik karena adanya penyelenggaraan telekomunikasi tersebut.
Penyidikan dan sangsi administrasi dan
ketentuan pidana pun tertera dalam undang-undang ini, sehingga penggunaan
telekomunikasi lebih terarah dan tidak menyimpang dari undang-undang yang telah
ada. Sehingga menghasilkan teknologi informasi yang baik dalam masyarakat.
Pemerintah Desak DPR Tuntaskan RUU
ITE(01 Januari 2006)
"Cyber law memang harus secepatnya
diterbitkan karena kalau tidak ada payungnya akan susah untuk mengembangkan
industri telematika. Kami akan upayakan UU ITE tahun ini yang di dalamnya
memuat mengenai cyber crime," katanya kemarin. Dia memaparkan naskah RUU
ITE saat ini sudah berada di DPR dan pemerintah terus memantau perkembangannya
termasuk melakukan kontak langsung dengan Komisi I DPR agar RUU tersebut
dijadikan prirotas. Menteri menuturkan pihaknya memberikan perhatian yang
serius terhadap cyber law selain sebagai bagian dari strategi untuk mempercepat
penetrasi telematika juga agar memudahkan untuk menarik investor. "Selain
itu, akibat masih lemahnya perundangan di bidang TI, saat ini transaksi
elektronik dari Indonesia tidak diterima di luar negeri padahal potensi
efisiensinya luar biasa," tandasnya. Demikian pula masuknya Indonesia
dalam priority watch list, kata Sofyan, juga tidak terlepas dari belum adanya
cyber law yang dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku di sektor
telematika. Sofyan memang cukup aktif memperjuangkan cyber law bahkan dalam
rapat dengan Komisi I DPR beberapa waktu lalu telah mengusulkan agar lembaga
perwakilan tersebut membentuk Pansus RUU ITE untuk mempercepat disahkannya RUU
tersebut menjadi UU. Maraknya tindak pidana menyangkut transaksi elektronik,
tutur dia, menjadi salah satu alasan pemerintah mendesak pemberlakuan RUU ITE.
Terlebih lagi, lanjut dia, transaksi elektronik memiliki risiko tinggi dan
selama ini banyak sekali terjadi pelanggaran pidananya namun belum ada satupun
aturan hukum yang mengatur persoalan tersebu Terkatung-katung Jika dilihat
prosesnya, pembahasan RUU ITE ini sudah terkatung-katung selama lebih dari
empat tahun sejak dirumuskan. Perjalanan RUU itu menjadi UU bolak-balik antara
pemerintah dan DPR tanpa membuahkan hasil. Pemerintah terakhir kali memperbaiki
RUU ITE pada akhir Agustus melalui rapat kabinet yang dipimpin Presiden
Megawati, dilanjutkan dengan keluarnya Ampres sebagai pengantar pembahasannya
di DPR. Beberapa hal yang diperbaiki antara lain pengaturan perizinan nama
domain dan merek, pengaturan standardisasi sistem keamanan teknologi informasi
di perusahaan serta pihak yang mengeluarkan sertifikasinya. Penundaan RUU ITE
ini menghambat Indonesia masuk dalam peta ecommerce global. Bahkan Indonesia
ditolak masuk ke dalam daftar PayPal penyelenggara payment gateway di Amerika
Serikat (AS). Pemerintah dan pelaku usaha diketahui telah mencoba melobi ke
PayPal, namun tanpa belum adanya cyber law masih dijadikan alasan oleh pelaku
usaha AS untuk menolak melakukan perdagangan online dengan Indonesia. Lebih
fatal lagi karena selain AS, Uni Eropa juga merekomendasikan negara anggotanya
untuk tidak melakukan transaksi elektronik dengan negara-negara yang belum
memiliki cyber law termasuk Indonesia. Dampak negatif tersebut jika tidak
segera diantisipasi bisa berdampak lebih buruk lagi karena Indonesia juga
berpotensi mendapat sanksi pemblokiran jalur (routing) Internet dari komunitas
global akibat belum adanya UU di tengah tingginya kejahatan dunia maya.
Berdasarkan data laporan mengenai kejahatan dunia maya dari Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), terjadi lonjakan berupa
penyusupan jaringan serta fraud selama kuartal ketiga dan kuartal keempat 2003.
Selama kuartal terakhir 2003, APJII memperoleh 161 laporan fraud serta lebih
dari 1.000 network incident. (Bisnis Indonesia)
Contoh kasus yang terjadi mengenai RUU
ITE :
Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) menjadi ramai dibicarakan, ketika bergolaknya kasus warga
sipil yaitu Prita Mulyasari yang dituduh mencemarkan nama baik RS Omni
Internasional. Kemudian merambah pada kasus penghinaan wartawan infotainment
oleh artis Luna Maya . Kasus penuduhan penyemaran nama baik dan penghinaan itu
menyita banyak perhatian publik. Alih-alih, kini kasus tersebut berujung pada
perseturuan di meja hijau.
Hingga kini, kontroversi masih kerap
terjadi. Alasan utamanya adalah terkekangnya hak untuk berpendapat, sehingga
masyarakat seakan tidak memiliki ruang lagi untuk saling berkeluh kesah.
Akhirnya, hal itu memicu lahirnya opini, barang siapa yang berani menulis
pedas, maka harus siap dihadapkan pada pasal-pasal UU ITE itu.
Berikut ini Kontroversi dan Polemik UU
ITE :
Undang Undang Infomasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) ini pada dasarnya adalah salah satu konsekuensi dari skema
konvergensi bidang telekomunikasi, computing dan entertainment (media), dimana
pada awalnya masing-masing masih berbaur sendiri-sendiri. Undang-undang ini
dibuat untuk memberikan kepastian hukum dan implikasinya pada saat transaksi
elektronik seperti transaksi keuangan via ponsel, dari mulai saat memasukkan
password, melakukan transaksi keuangan, sampai bagaimana pesan itu sampai ke
recipient yang dituju. Kepastian hukum ini diperlukan untuk para stakeholder
terkait di dalamnya, mulai dari operator seluler, penyedia service transaksi
keuangan tersebut, bank dimana sang nasabah menyimpan uangnya, sampai ke bank
dimana recipient menjadi nasabahnya (yang mungkin saja berbeda dengan bank si
sender).
Akhirnya dampak nyata UU ITE ini akan berhulu kepada bagaimana pelaksanaannya di lapangan. Semua stakeholder atau yang berkepentingan dengan undang-undang ini diharapkan tidak salah mengartikan pasal-pasalnya, tetapi juga tidak menyalahgunakannya. Lembaga sekuat KPK saja dalam hal penyadapan, misalnya, harus berhati-hati menggunakannya, jika tidak mau menuai kritikan dari para praktisi hukum.
Mengutip pernyataan Menkominfo bahwa penerapan UU ITE harus memuat titik temu, harus seimbang, tidak terlalu ketat atau terlalu longgar. Di situlah mungkin seninya.
Akhirnya dampak nyata UU ITE ini akan berhulu kepada bagaimana pelaksanaannya di lapangan. Semua stakeholder atau yang berkepentingan dengan undang-undang ini diharapkan tidak salah mengartikan pasal-pasalnya, tetapi juga tidak menyalahgunakannya. Lembaga sekuat KPK saja dalam hal penyadapan, misalnya, harus berhati-hati menggunakannya, jika tidak mau menuai kritikan dari para praktisi hukum.
Mengutip pernyataan Menkominfo bahwa penerapan UU ITE harus memuat titik temu, harus seimbang, tidak terlalu ketat atau terlalu longgar. Di situlah mungkin seninya.
Sosialisasi RUU ITE
Akhirnya dampak nyata UU ITE ini akan berhulu kepada bagaimana pelaksanaannya
di lapangan. Semua stakeholder atau yang berkepentingan dengan undang-undang
ini diharapkan tidak salah mengartikan pasal-pasalnya, tetapi juga tidak menyalahgunakannya.
Lembaga sekuat KPK saja dalam hal penyadapan, misalnya, harus berhati-hati
menggunakannya, jika tidak mau menuai kritikan dari para praktisi hukum.
Mengutip pernyataan Menkominfo bahwa penerapan UU ITE harus memuat titik temu,
harus seimbang, tidak terlalu ketat atau terlalu longgar. Di situlah mungkin
seninya.
Lain lagi halnya dengan aktivis Hak
Asasi Manusia (HAM) ini. Menurutnya, UU ITE itu tidak jelas juntrungnya kemana
dan masyarakat bisa tertekan serta takut dengan adanya UU ITE itu. “Menurut
hemat saya, UU ITE itu tidak jelas. Ada kerancuan pada pasal-pasalnya,” papar
Asep Purnama Bahtiar.
Menurut pria asli Surabaya itu, yang
menjadi perdebatan dan ditolak oleh sebagian masyarakat terdapat di Bab VII
pasal 27 ayat 3 yang berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau mendistribusikan dokumen elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Pada pasal 27 ayat 3 itu, lanjutnya,
dinilai berpotensi disalahgunakan atau disalah artikan untuk sengaja dijadikan
jeratan hukum terhadap kebebasan seseorang untuk menulis blog, email, status
Facebook, Twitter, ataupun semua bentuk dokumen elektronik apapun bentuknya
menjadi terbatasi. “Harus ada peninjaun kembali atas pasal itu,” argumennya
serius. “Misalkan saja anda berkomentar negatif di dinding akun Facebook
saya, menurut pasal tadi, anda dapat saya tuntut karena saya anggap melecehkan atau
mencemarkan nama baik saya. Pasal itu yang perlu pembatasan dan perlu
penjelasan ulang, supaya tidak terjadi kesalahpahaman,” paparnya menjelaskan. Ketika disinggung korban UU ITE
baru-baru ini yaitu Prita Mulyasari yang dituduh mencemarkan nama baik RS Omni
Internasional dan artis Luna Maya yang terkena tuduhan penghinaan, Asep
mengungkapkan, Prita dan Luna Maya merupakan korban ketidakjelasan UU ITE itu.
”Padahal kalau kita cermati dengan sangat bijak, kedua orang itu tidak termasuk
dalam orang yang melanggar Pasal 27 Ayat 3 UU ITE,” ungkap ayah dari Radhita dan
Dian Andriani itu beropini.
Kemudian, terkait akar permasalahan UU
ITE, Asep mengatakan kurang jelasnya UU ITE itu karena kurangnya sosialisasi
dari pemerintahan. “Permasalahan pokok UU ITE adalah keambiguan dari UU
tersebut sehingga perlu penjelasan dan sosialisasi yang intens dari
pemerintahan,” jawabnya diplomatis.
Menurutnya, DPR dan pemerintah selaku legislator harus segera mensosialisasikan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kepada publik dan pengguna UU. “Sosialisasi UU ITE ini menjadi penting agar tidak ditemukan lagi Prita Mulyasari dan Luna Maya lainnya,” sarannya mengakhiri.
Menurutnya, DPR dan pemerintah selaku legislator harus segera mensosialisasikan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kepada publik dan pengguna UU. “Sosialisasi UU ITE ini menjadi penting agar tidak ditemukan lagi Prita Mulyasari dan Luna Maya lainnya,” sarannya mengakhiri.